Bible Text: Matius 5:1-5 | Series: Dasar Kekristenan

Dalam khotbah-Nya di atas bukit yang dicatat dalam Matius pasal 5 –  7, Yesus menyampaikan prinsip dasar kekristenan yaitu tentang kebahagiaan. Ibarat sebuah rumah yang  harus mempunyai fundasi sebelum tiang-tiang didirikan, demikian juga rumah rohani kita harus punya fundasi, yaitu berbahagia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “bahagia” mempunyai arti:  1). Keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan 2). beruntung, berbahagia. Kebahagiaan bukan datang dari faktor luar seperti kekayaan, jabatan atau status tetapi dari faktor dalam, yaitu batiniah seseorang yang terpancar atau mengalir dari dalam dirinya kepada orang lain. Contohnya adalah perempuan Sunem ( 2 Raja-raja 4  : 8 – 13 ), walau belum mempunyai anak, melayani nabi Elia dengan begitu manis, menjamunya makan dn menyediakan kamar khusus di bagian atas rumahnya. Namun banyak keluarga yang sudah beroleh keturunan, anak lelaki dan perempuan tidak juga hidup berbahagia. Padahal, berkat atau karunia Tuhan atas keluarga kita, seharusnya membuat kita berbahagia!

 

BERBAHAGIA LAH orang  yang miskin di hadapan Allah

Orang yang miskin yang dimaksud oleh Yesus bukan miskin harta, tetapi “miskin roh” yang bermakna merasa tiada berdaya tanpa Allah,  hidupnya bergantung penuh atau total kepada Allah, tidak mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi bersandar pada kekuatan Allah. Dalam Alkitab salinan bahasa Batak Toba, ayat ini berbunyi: “Martua ma na pogos tondi, ai di nasida do harajaon banua ginjang i.” (Mateus 5 : 3). Sadrakh, Mesakh dan Abednego adalah teladan orang-orang yang merasa miskin di hadapan Allah, mereka dengan tegas menolak menyembah patung buatan raja Nebukadnezar dan lebih memilih menyembah kepada Allah yang hidup! Dengan tegas mereka berkata kepada raja: “Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” ( Dan 3 : 17-18 )

Di zaman sekarang ini banyak orang menjual imannya demi jabatan, namun bagi Sadrakh Mesakh Abednego, iman lebih berharga daripada nyawa mereka. Betapa Tuhan ingin melihat hati kita bergantung kepadaNya. Abraham menunjukkan ketaatan dan ketergantungannya pada Allah, walaupun harus mempersembahkan Ishak, anak yang paling dikasihinya. Misikin rohani berarti rendah hati dan taat pada Firman Allah.

 

BERBAHAGIALAH orang  yang berdukacita

Orang yang berdukacita yang dimaksud bukan karena mengalami kemalangan atau bangkrut usahanya, jatuh miskin, dan sebagainya. Dukacita yang dimaksud adalah rasa terbeban dan menaruh pehatian kepada keluarga, sanak saudara atau orang-orang lain yang belum mengenal Tuhan Yesus.

Rasul Paulus adalah seorang yang sangat mencintai bangsanya, karena itu ia merasa berdukacita atas mereka. Dalam Roma 9 : 1 – 3 disebutkan demikian: “Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani.”  Sudahkah kita memiliki rasa terbeban buat keluarga kita yang belum selamat, kepada rekan sekerja di kantor, handai taulan bahkan kepada bangsa kita?

Nabi Musa, dengan penuh keberanian berdiplomasi dengan Tuhan yang hendak memusnahkan bangsa itu karena peristiwa patung lembu emas yang mereka sembah. Musa bersedih apabila Tuhan akan menghapus bangsa Israel dari muka bumi. Dengan lembut Musa menawarkan kepada Tuhan untuk mengampuni bangsa itu dan jika tidak ia rela namanya dihapus dari Kitab Kehidupan ( Keluaran 32 : 32 ).

Kebahagiaan kita begantung bagaimana kia perduli, terbeban kepada keselamatan orang lain juga.  Mungkin ada suami yang belum mau beribadah bersama istri,  anak-anak  yang sulit diatur, family atau sanak keluarga yang masih jauh dari Tuhan, mari kit bawa dalam doa. Kepada wanita-wanita yang setia mengikuti peristiwa penyaliban Yesus, Ia berkata:  “Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!” (Lukas 23 : 28).

 

BERBAHAGIALAH orang  yang lemah lembut

Lemah lembut adalah karakter yang diperoleh tidak dengan otomatis, tetapi melalui suatu proses yaitu Roh Tuhan bekerja dalam hati kita lewat Firman-Nya yang membuang segala kekerasan hati untuk kemudian menjadi taat. Kepada bangsa Israel, lewat nabi Yehezkiel, Allah berfirman: “Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya.”