Bible Text: Ibrani 12:26-29

Ibadah adalah persekutuan kita dengan Tuhan di mana di dalamnya kita bertemu dengan Tuhan. Lewat ibadah yang benar kita mengalami kuasa ibadah, sifat kita diubahkan sehingga kita menjadi milik kesayangan Tuhan. Namun ada juga ibadah yang salah, yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Pada zaman nabi Amos, pola ibadah dilakukan dengan sesuka hati, asal ramai tanpa memperhatikan rasa hormat dan takut akan Tuhan. Dalam Amos 5:22–23 disebutkan, "Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar." Pada zaman nabi Amos, bangsa Israel mulai menjalankan ibadah yang salah, yang diawali dengan ibadah di Betel (Amos 5:5) yang semula di Yerusalem. Yerobeam memulai ibadah baru, dengan menaruh patung anak lembu di Betel, ia juga mengangkat imam-imam yang bukan dari bani Lewi (1 Raja-raja 12:25–33). Mereka juga sering mengkultuskan tempat bersejarah seperti Gilgal dan Bersyeba. Sehingga kepada Nabi Amos, Allah berpesan supaya dengan sepenuh hati mencari Tuhan.

Beribadah dengan cara yang hormat
Rasul Paulus menekankan kepada orang Ibrani untuk beribadah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut karena kita menerima Kerajaan Yang Tak Tergoncangkan. Sekarang banyak ibadah yang asal ramai, hingar bingar dan tidak lagi dengan hormat dan takut. Ibadah yang berkenan kepada Tuhan bukan hanya "ramai"nya saja tetapi juga perlu dalam kebenaran. Amos 5:23 dalam bahasa Batak Toba berbunyi, "Paholang ma sian Ahu hagunturon ni angka endemu, jala ndang lomo roha ni pinggolHu umbege soara ni sordammu."

Bagi Tuhan bukan hanya keramaian nyanyian yang penting, tetapi jauh dari itu adalah beribadah dengan takut dan hormat, sehingga kita beribadah bukan hanya di mulut saja dengan menyanyi, tetapi harus juga hati kita tersentuh untuk takut akan Tuhan, menjauhi segala kejahatan.

Bahkan lewat nabi Yehezkiel, Tuhan menekankan bahwa beribadah kepada Tuhan hanya lewat mulut saja adalah sia-sia. Dalam Yehezkiel 33:30–33 disebutkan, "Dan engkau anak manusia, teman-temanmu sebangsa bercakap-cakap mengenai engkau dekat tembok-tembok dan di pintu rumah-rumah dan berkata satu sama lain, masing-masing kepada temannya. Silakan datang dan dengar, apa yang difirmankan oleh TUHAN! Dan mereka datang kepadamu seperti rakyat berkerumun dan duduk di hadapanmu sebagai umat-Ku, mereka mendengar apa yang kauucapkan, tetapi mereka tidak melakukannya; mulutnya penuh dengan kata-kata cinta kasih, tetapi hati mereka mengejar keuntungan yang haram. Sungguh, engkau bagi mereka seperti seorang yang melagukan syair cinta kasih dengan suara yang merdu, dan yang pandai main kecapi; mereka mendengar apa yang kauucapkan, tetapi mereka sama sekali tidak melakukannya. Kalau hal itu datang--dan sungguh akan datang! --mereka akan mengetahui bahwa seorang nabi ada di tengah-tengah mereka."

Menghadap Tuhan dengan sukacita dan sorak-sorai
Ibadah juga selain dilaksanakan dengan rasa hormat dan takut, juga dilakukan dengan penuh sukacita dan sorak-sorai karena kita menghadap Raja diatas segala raja. Untuk itulah ibadah kita juga disertai dengan tepuk tangan, sebagaimana tertulis dalam Mazmur 47:2-3, "Hai segala bangsa, bertepuktanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai! Sebab TUHAN, Yang Mahatinggi, adalah dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi." Raja Daud yang banyak menggubah mazmur atau nyanyian itu juga berkata, "Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai." Dalam Mazmur 100:1-5 dijelaskan dengan gamblang bahwa untuk memasuki pintu gerbang-Nya diawali dengan nyanyian syukur, kemudian pelataran-Nya dengan puji-pujian. Kepada jemaat di Efesus, rasul Paulus menjelaskan bahwa dalam pertemuan ibadah hendaknya puji-pujian disampaikan baik berupa mazmur (koor-koor pendek yang riang gembira), kidung (nyanyian yang terdiri dari beberapa ayat yang berupa pengajaran), dan nyanyian rohani (nyanyian yang diilhamkan roh baik syair maupun notasi tanpa dipelajari sebelumnya) – Efesus 5:19.

Mengapa harus menyanyi dalam ibadah?

Membuang segala keangkuhan
Orang Israel meruntuhkan tembok Yerikho dengan sorak-sorai nyanyian. Lewat memuji Tuhan kita meruntuhkan, membuang tembok-tembok keangkuhan, di mana lewat nyanyian kita memberi pengakuan bahwa dari Tuhan semata kekuatan dan pertolongan kita.

Otoritas Allah ada di dalam kita (Lukas 17:21)
Kuasa Allah hadir dalam pujian umat-Nya, termasuk untuk mengusir setan, dan menyembuhkan penyakit. Oleh sebab itu kita memuji Tuhan karena perbuatan yang dilakukan-Nya dan menyembah Dia untuk menyatakan siapa Dia yang sesungguhnya buat kita.

Suara kita dapat menyentuh dan menarik perhatian Tuhan
Ketika Hagar dan Ismael diusir dan mengembara di padang gurun yang gersang, keduanya menangis. Namun tangisan Ismael lebih keras sehingga menarik perhatian Allah sehingga Ia pun mendengar suara anak itu dan memberikan pertolongan (Kejadian 21:15–16). Karena itu kalau kita bernyanyi atau berseru kepada Allah, dituntut untuk membuka mulut lebar-lebar (Mazmur 81:11 ).